UMAT YANG BERSEDIA
1 Petrus 4
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat.
Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa”
Kesudahan Segala Sesuatu Sudah Dekat
- Surat Petrus ini ditulis + tahun 60-63 M berarti sudah + 1956/1959. Tetapi waktu itu, Petrus mengatakan ‘sudah dekat’. Apakah Petrus sedang menakut-nakuti orang-orang percaya di Propinsi Asia Kecil?
- Petrus perlu menyebutkan ini karena kalau kita berpikir bahwa kesudahan segala sesuatu masih jauh, itu adalah pikiran yg menyesatkan dan akan menjauhkan kita dari Kerajaan TUHAN. Yesus sungguh-sungguh bisa datang kapan saja.
Petrus mengalamatkan surat ini kepada "orang-orang pendatang yang tersebar" di seluruh propinsi Asia Kecil kekaisaran Romawi (1Pet 1:1). Beberapa di antara mereka ini mungkin adalah orang bertobat yang menanggapi khotbahnya pada hari Pentakosta dan telah kembali ke kota masing-masing dengan iman yang baru (bd. Kis 2:9-11). Orang percaya ini disebut "pendatang dan perantau" (1Pet 2:11) untuk mengingatkan mereka bahwa perziarahan mereka sebagai orang Kristen adalah di dalam dunia yang membenci Yesus Kristus dan mereka dapat mengalami penganiayaan darinya. Mungkin Petrus menulis surat ini sebagai tanggapan terhadap laporan dari orang percaya di Asia Kecil tentang peningkatan perlawanan (1Pet 4:12-16) yang belum didukung resmi oleh pemerintah (1Pet 2:12-17).
Petrus menulis surat pengharapan yang penuh dengan sukacita ini untuk memberikan kepada orang percaya pandangan yang ilahi dan abadi bagi kehidupan di bumi dan untuk memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengalami penderitaan yang berat sebagai orang Kristen di dalam masyarakat kafir. Petrus khawatir kalau-kalau orang percaya membangkitkan ketidaksenangan pemerintah dan menasihatkan mereka untuk mengikuti teladan Yesus dalam menderita dengan tidak bersalah, benar, dan luhur.
Situasi yang tidak jauh berbeda dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi saat ini, keberadaan kita sebagai orang percaya memang diakui oleh negara dan didukung dengan undang-undang. Tapi pada kenyataannya ada banyak pihak yang tidak suka dengan keberadaan kita, dan selalu berusaha menyingkirkan kekristenan.
Surat Petrus ini ditulis + tahun 60-63 M berarti sudah + 1956/1959. Tetapi waktu itu, Petrus mengatakan ‘sudah dekat’. Apakah Petrus sedang menakut-nakuti orang-orang percaya di Propinsi Asia Kecil?
Petrus perlu menyebutkan ini karena kalau kita berpikir bahwa kesudahan segala sesuatu masih jauh, itu adalah pikiran yg menyesatkan dan akan menjauhkan kita dari Kerajaan TUHAN. Yesus sungguh-sungguh bisa datang kapan saja.
Pertama, bagi kita pribadi, waktu kita tidak lama. Begitu kita dipanggil Tuhan, itulah ‘kesudahan segala sesuatu’ bagi kita, pribadi.Kedua, sebelum generasi di zaman Yesus itu berlalu, tanda-tanda akhir zaman sudah digenapi. Maka tidak ada lagi peristiwa yang memisahkan kita dari kedatangan Kristus. Yesus bisa datang kapan saja! Kondisi seperti ini berarti ‘sudah dekat’. Apalagi kita di akhirnya akhir zaman
Tanda-tanda Zaman Sudah Nyata
- Lukas 21:8-12 -- penyesatan, peperangan, pemberontakan, gempa bumi, penyakit sampar da kelaparan, tanda-tanda dahsyat dari langit, penganiayaan orang percaya.
- 1 Petrus 5:8 -- Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
Penyesatan :
https://www.jw.org/id/saksi-saksi-yehuwa/pertanyaan-umum/kepercayaan-saksi-yehuwa/ ->
https://www.lds.or.id/ -> Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (mormon)
BAGAIMANA KITA BISA SELALU SIAP SEDIA ?
1. Menguasai Diri
en kratoz = kekuatan di dalam # norma atau aturan tetapi kekuatan untuk melawan hasrat daging.
en rateria = menahan diri dan mengontrol diri sendiri.
Amsal 16:32 – orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya. Melebihi orang yang merebut kota.
Seorang yang bisa megendalikan diri pasti dapat menguasai dirinya.
Ini adalah salah satu buah Roh yang harus kita kembangkan dalam diri kita.
Kata menguasai diri = menahan/menjaga diri, sadar / tidak mabok. Tidak menguasai diri = kehilangan kendali.
Asal kata dari kata Yunaninya menunjuk kepada usaha penjagaan terhadap pikiran; pikiran, dengan semua pemikirannya, harus dijaga aman, dikekang dalam batasan-batasan yang seharusnya. Khayalan-khayalan, keinginan-keinginan, tidak boleh diijinkan untuk mengembara tanpa dikekang
Hari-hari akhir ini ada banyak hal, ada banyak kejadian yang dapat memancing kita untuk berbuat dosa.
Banyak orang mudah untuk marah, mudah terpancing melakukan hal-hal yang jahat bahkan tidak jarang ada orang yang rela untuk membunuh ataupun mengakhiri hidupnya dengan mudahnya tanpa berpikiran panjang. Jika kita mau selidiki, mengapa semua itu bisa terjadi? . Maka mungkin salah satu jawaban yang bisa temukan adalah karna satu perkara yaitu “tidak mampu menguasai diri”.
1. Kalah oleh pemicu pribadi
Kita semua memiliki pemicu pribadi yang lazim disebut “hot button”. Ada pemicu pribadi yang mendorong hal-hal positif namun ada pula yang memicu hal-hal negatif dalam diri kita. Tindakan di luar kontrol terjadi ketika kita dikuasai semata-mata oleh pemicu tersebut. Contohnya banyak di sekitar kita. Ada orang yang segera mengumpat dan memaki-maki ketika merasa marah atau tersinggung. Ada yang menangis, merusak barang-barang, bahkan bisa memukul orang. Ada pula yang sulit menahan diri melihat makanan enak, barang-barang yang bagus, atau berbagai hobi lain yang melampaui batas kewajaran. Kalah oleh pemicu pribadi menjadikan kita tukang makan, tukang belanja, tukang tidur, kutu buku, gila bola, gila kerja atau workaholic, tukang gosip, dan sebagainya. Segala sesuatu yang tidak seimbang dan melewati batas (berlebihan/over capasitas) membuat kita tidak dapat menguasai diri. Ini semua bersumber dari pemicu pribadi yang tidak dikendalikan.
2. Mengalami tekanan yang melampaui kapasitas
Peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani selalu menarik untuk disimak. Di situ ada murid-murid yang tertidur sementara Yesus bergumul sungguh-sungguh di dalam doa. Mereka semua kelelahan dan mengalami tekanan yang berat. Ketika rombongan orang banyak datang untuk menangkap Yesus, salah satu murid bangkit dan menghunus pedang. Ia berhasil memutuskan telinga hamba imam besar. Tetapi, apa yang dilakukan Yesus? Ia menyuruh muridNya itu menyarungkan pedang, lalu Ia menyembuhkan telinga orang yang ingin menangkapNya itu. Mengapa respons Yesus sangat berbeda dengan muridNya? Apakah Yesus bukan manusia biasa? Dalam hal ini Yesus pun seorang manusia biasa, Ia juga merasa takut, lelah, tertekan, dan marah. Tetapi berbeda dengan sang murid, Yesus berhasil mengatasi tekanan yang dialamiNya melalui doa pergumulan kepada Bapa di surga. Tekanan mental yang dialami dapat terjadi seketika atau secara bertahap dan berlangsung terus-menerus. Namun, tekanan mental yang melampaui kapasitas membuat kita kehilangan penguasaan diri dan bertindak di luar akal sehat.
3. Tidak terlatih untuk berdisiplin
Kitab Amsal mengatakan bahwa seorang anak harus dididik menurut jalan yang patut agar pada masa tuanya ia tidak menyimpang. Kehidupan kita adalah bagaikan sebuah taman yang harus selalu dirawat dan dibersihkan. Jika tidak, tanaman-tanaman di dalamnya akan bertumbuh liar dan tak terpelihara. Akibatnya, kita hanya akan dikendalikan oleh naluri yang dipengaruhi dengan pemicu atau stimulus, bukan oleh akal budi dan hikmat. Kita cenderung bersikap tidak disiplin karena memang kita lebih suka jalan pintas daripada kesediaan membayar harga, lebih mementingkan hasil daripada proses, dan lebih memilih menikmati kesenangan daripada mengalami tantangan dan kesulitan. Ini manusiawi, namun bisa diatasi dengan berlatih berdisiplin.
Bagaimana cara menguasai diri?
1. Memahami area kelemahan pribadi
Harus menyadari kelemahan diri sendiri.
Jangan kaget jika menemukan orang yang merasa bangga dengan kelemahan karakternya. Karena persepsi diri keliru atau karena sikap yang tidak dewasa, tindakan tanpa kontrol malah dianggap sebagai suatu kelebihan. Padahal, semua yang tidak seimbang dan tidak wajar adalah musuh kesuksesan. Penguasaan diri berhubungan erat dengan pengendalian temperamen. Misalnya, apakah kita termasuk tipe dominan dengan emosi yang meledak-ledak, ataukah tipe stabil yang suka menunda. Mungkin pula tipe intim yang suka belanja, atau tipe cermat yang terlalu kutu buku. Dengan memahami kecenderungan temperamen, kita dapat mengelola kontrol diri secara optimal.
2. Memiliki komunitas yang mendukung
Pergaulan ternyata sangat memengaruhi sikap kita. Lingkungan positif mendorong kita menjadi positif, dan demikian pula sebaliknya. Berada di komunitas yang suka mengumpat, kita menjadi pengumpat. Jika teman-teman hobi belanja atau makan, kita pun akan terpengaruh. Ada baiknya memiliki mitra dengan tipe temperamen berbeda, yang mampu menyeimbangkan diri kita. Dengan komitmen bersama, kita dapat saling menjaga dan mengingatkan untuk membangun kontrol pribadi. (1 Korintus 15:33 – Janganlah kamu sesat : Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.
3. Menerapkan sikap disiplin dan penyangkalan diri
Mungkin tidak sukar bagi kita untuk membedakan yang baik dan yang jahat. Namun, sering kali kita sulit memisahkan mana yang baik dan mana yang benar. Atau, mana yang baik dan mana yang berguna. Naluri kita sering menjadi pemicu yang tak terkontrol. Syukurlah, melalui pembaharuan akal budi dan disiplin rohani kita dapat mengendalikan sikap dan tindakan kita. Menjalankan doa dan puasa secara teratur merupakan salah satu bentuk latihan pendisiplinan rohani yang baik.
2. Tenang
Sofroneo = berpikiran sehat, waras; berfikir secara serius atau baik-baik.
Serius, bijaksana, penuh pertimbangan. Hendaklah suatu fakta yang begitu penting memberikan kesan yang khidmat / sungguh-sungguh pada pikiranmu, dan menjaga kamu dari kelakuan yang sembrono, sikap yang sembrono, dan kesia-siaan.
Orang yang tenang/berpikir sehat/waras tidak akan gegabah dan salah mengambil keptusan karena semua dilaluinya dengan perenungan.
Ada keuntungan / manfaat dalam keseriusan dari pikiran. Itu memampukan kita untuk mempunyai pandangan yang lebih baik tentang hal-hal, ... Pikiran yang tenang, waras, tenang / sabar / tidak ribut adalah yang terbaik untuk perenungan suatu kebenaran, dan untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya mereka).
Ciri yang besar dari kewarasan adalah bahwa itu melihat hal-hal dalam proporsi / ukuran yang benar; itu melihat hal-hal apa yang penting dan apa yang tidak; itu tidak dihanyutkan oleh semangat yang mendadak dan sementara; itu tidak condong pada fanatisme yang tak seimbang ataupun sikap acuh tak acuh yang tak disadari. Hanya pada waktu kita melihat urusan-urusan bumi dalam terang dari kekekalan maka kita melihat mereka dalam proporsi / ukuran yang benar; pada saat TUHAN diberi tempat yang benar maka segala sesuatu mendapatkan tempatnya yang benar
Itu berarti bahwa pendekatannya pada kehidupan tidak boleh sembrono dan tak bertanggung jawab. Menangani / menganggap hal-hal secara serius artinya sadar tentang kepentingan mereka yang sejati dan selalu mengingat konsekwensi mereka dalam waktu dan dalam kekekalan. Itu adalah mendekati kehidupan, bukan sebagai suatu lelucon, tetapi sebagai suatu persoalan serius untuk mana kita bertanggung jawab.
Memang setan ingin kita melihat hal-hal bukan sebagaimana adanya, apalagi dari sudut Kitab Suci / kekekalan / rohani. Misalnya melihat uang/keuntungan, ia menggoda kita untuk berpikir bahwa dengan hal-hal itu kita bisa senang / berbahagia.
Bagaimana bisa tenang?
- Mazmur 46:10 – Diam dan ketahuilah, bahwa Aku lah TUHAN.
- Istilah Ibrani "diamlah" ini juga dapat diterjemahkan dengan "lepaskanlah", yaitu berhentilah memegang hal-hal yang menghalangi kita meninggikan TUHAN dan memberikan Dia tempat-Nya yang layak dalam hidup kita.
- Yesaya 30:15b - ...dalam Tinggal TENANG dan percaya terletak kekuatanmu.
- Mazmur 62:1 - hanya dekat TUHAN saja aku tenang.
Minum jamu harus dileremkan ... supaya tidak kena ginjal .... Kalau hidup nggak tenang makanya jadi ginjal2.
Eric Liddell, tokoh yang dikenang dalam film Chariots of Fire, memenangi medali emas pada Olimpiade Paris tahun 1924 sebelum kemudian ia pergi ke negeri China untuk menjadi seorang misionaris. Beberapa tahun kemudian, setelah pecah Perang Dunia II, Liddell mengungsikan keluarganya demi keamanan mereka ke Kanada, tetapi ia tetap tinggal di China. Segera setelah itu, Liddell dan sejumlah misionaris asing lainnya diasingkan oleh tentara Jepang ke dalam kamp tahanan. Setelah beberapa bulan ditahan, Liddell mengidap penyakit yang diduga para dokter sebagai tumor otak.
Setiap hari Minggu sore, sebuah band biasa bermain musik di dekat rumah sakit. Sekali waktu, Liddell meminta mereka untuk memainkan himne Be Still, My Soul (Tenang dan Sabarlah). Sementara Liddell mendengarkan musik itu, saya bertanya-tanya apakah Liddell merenungkan lirik dari pujian tersebut: Tenang dan sabarlah, wahai jiwaku / Sebentar lagi saat tibalah / Bahwa engkau berjumpa dengan Dia / Yang menghiburmu di masa lelah. / Di sanalah engkau ‘kan memuji-Nya, / Menyanyi riang s’lama-lamanya.
Himne indah tersebut begitu menghibur hati Liddell sepanjang pergumulan menghadapi penyakit yang menyebabkan kematiannya tiga hari kemudian. Pujian itu mengungkapkan kebenaran Kitab Suci yang indah. Dalam Mazmur 46:11, Daud menulis, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah TUHAN!”
Dalam masa-masa hidup kita yang tergelap sekalipun, kita dapat merasakan ketenangan, karena Tuhan kita telah menaklukkan maut bagi kita. Berdiamlah, dan izinkanlah Tuhan meneduhkan ketakutan terbesar yang kita rasakan.
Alkitab sendiri mengatakan dalam Yesaya 30:15b “...dalam Tinggal TENANG dan percaya terletak kekuatanmu”, hal ini berarti bahwa ketika kita belajar untuk tenang maka ada kekuatan yang kita peroleh dari Tuhan untuk menghadapi setiap tantangan, persoalan hidup yang terjadi dalam hidup ini tentunya bersama dengan Tuhan. Sama seperti Daud yang mengatakan bahwa “hanya dekat TUHAN saja aku tenang” (Maz. 62:1).
3. Berjaga dalam DOA
Doa itu bukanlah perkara yang mudah, sebab doa itu adalah bagaimana kita membangun hubungan dengan Tuhan. Karna itu jangan pernah berpikir bahwa berdoa itu hanya sebatas susunan kata-kata saja.
Mengapa perintah ini diberikan setelah 2 kalimat di atas? “Dia mau mengingatkan mereka untuk berdoa dengan sungguh-sungguh, bukan secara formal”. Kalau doa hanya formalitas, dalam keadaan apapun, dengan pikiran bagaimanapun, asalkan kita biasa berdoa atau lancar berkata-kata, kita pasti bisa berdoa. Tetapi doa yang sungguh-sungguh, hanya bisa ketika kita sadar “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat…kuasai diri… dan jadilah tenang”.
Matius 26:41 - Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.
Doa itu bukanlah perkara yang mudah, sebab sejatinya doa itu adalah bagaimana kita membangun hubungan dengan Tuhan. Karna itu jangan pernah berpikir bahwa berdoa itu hanya sebatas susunan kata-kata saja.
Oleh sebab itu diakhir zaman ini, hal yang tidak kalah penting untuk selalu dibangun adalah bagaimana kita membangun hubungan yang intim dengan Tuhan setiap waktu, sebab kita tidak tahu kapan akhir zaman itu akan tiba, namun jika kita ada di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita maka akhir zaman itu seharusnya tidak menjadi hal yang menakutkan bagi mereka yang selalu berjaga-jaga dalam menjalani kehidupan ini.
Matius 26:41 (66TB) Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
Kata-kata berjaga dan berdoa ini diucapksn Tuhan kepada murid-muridNya tetapi rasa ngantuk yang berat membuat mereka tertidur. Memang Roh penurut tapi daging lemah adanya. Banyak murid-murid Tuhan sudah dibekali siraman rohani tapi saat terjun ke dunia nyata karena keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup membuat imannya jatuh kedalam berbagai masalah ( I Yohanes 2 : 16-17 ).
Komentar
Posting Komentar